Investor asal China, Zhang Bangcun, trauma berinvestasi di Indonesia. Sebab, merasa diperlakukan sewenang-wenang dan tidak manusiawi oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham.
"Saya trauma, kenapa hukum di Indonesia sekarang begini? Saya investor, bukan menanamkan [modal] Rp1-2 M, tapi puluhan M," ucapnya saat konferensi pers di Jakarta, Minggu (9/7).
Sebagai informasi, Zhang dikenakan detensi oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham, 14-23 Juni 2023, menyusul adanya surat dari mitra bisnisnya sekaligus Direktur PT Daya Cipta Utama Pusaka, Thomas Khuana. Surat berbahasa Indonesia tersebut ditandatangani Zhang di bawah tekanan Thomas dengan dalih penyelesaian utang piutang sekitar Rp4 miliar.
Utang piutang tersebut muncul lantaran Zhang melalui PT Lutai Konstruksi Indonesia baru membayar pekerjaan tanah dan batu di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, sekitar Rp12 miliar dari total nilai proyek Rp16 miliaran. Zhang enggan melunasi lantaran PT Daya Cipta Utama dianggap wanprestasi, tidak memberikan laporan perkembangan pengerjaan proyek.
Selama ditahan, Zhang mengeluhkan kondisi kesehatannya. Pangkalnya, sulit untuk minum obat untuk mengobati sakit lambung dan jantung yang dideritanya.
"Di dalam [tahanan] kadang enggak ada makanan. Padahal, butuh makan untuk [minum] obat, tapi enggak bisa keluar," ungkapnya. "Saya sekarang mau pulang saja. Ibu [dirawat] di rumah sakit. Saya sangat khawatir."
PT Lutai Konstruksi Indonesia, Lili Luswani, menambahkan, Zhang saat ini ingin kembali ke China. Sebab, ibunya sedang sakit keras dan dirawat di rumah sakit.
"Mr. Zhang sekarang ingin pulang untuk mengurus ibunya di rumah sakit sampai sehat. Walaupun pulang ke China, dia akan tetap bertanggung jawab (melanjutkan, red) atas bisnisnya di Indonesia. Tapi, belum tentu balik ke Indonesia ke depannya karena trauma," tuturnya.
Pada kesempatan sama, Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Haris Pertama, menilai, kasus yang mendera Zhang bakal merusak reputasi Indonesia. Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan kerap ke luar negeri untuk mengajak investor asing menanamkan modalnya.
Apalagi, sambungnya, Zhang tidak melanggar satu pun peraturan perundang-undangan, baik terkait keimigrasian maupun investasi. Masalahnya dengan Thomas adalah murni bisnis dan keperdataan.
"Kasus yang menimpa Mr. Zhang ini momok yang nantiknya merusak citra Indonesia di mata dunia. Bayangkan, penangkapan terhadap WNA tidak sesuai prosedur dan tupoksi keimigrasian. Kalau memang melanggar, kitas dan paspor bermasalah, mungkin Imigrasi berhak untuk menangkap atau detensi. Tapi, ini masalah perata yang dimasalahkan oknum [Imigrasi] yang bekerja sama dengan pengusaha mitra perusahaan Mr. Zhang. Masalah surat selembar, kok, Imigrasi ikut-ikutan, seolah-olah menekan Mr. Zhang untuk menyelesaikan masalah dengan pengusaha di Jawa Timur ini?" tuturnya.
Lebih jauh, Haris menerangkan, berdasarkan hasil pendalaman yang dilakukannya, banyak kejanggalan di balik detensi terhadap Zhang oleh Ditjen Imigrasi. Misalnya, kasus masih tahap penyelidikan, tetapi korban sudah ditahan serta tanpa ada surat pemberitahuan kepada kuasa hukum Zhang.
Guna menjaga reputasi Indonesia di kancah global, KNPI pun tergerak untuk turut cawe-cawe menuntaskan masalah ini. Misalnya, mendorong Presiden Jokowi; Wapres Ma'ruf Amin; Menko Polhukam, Mahfud MD; Menkumham, Yasonna Laoly; hingga Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia; agar turun tangan. Kemudian, secara khusus kepada Yasonna agar mencopot Dirjen Imigrasi, Silmy Karim, dan jajarannya yang terlibat.
"Saya minta Pak Yasonna Laoly mencopot Pak Dirjen Imigrasi, Silmy. Perkara ini bukan hanya [masalah] hukum, tapi pelanggaran HAM. Pemerintah harus bersikap tegas agar enggak ada lagi investor yang kapok berinvestasi di Indonesia," tegasnya.